MENGAPA ISLAM MEMBOLEHKAN SUAMI MEMUKUL ISTERI?


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
لرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya’ maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. An Nisaa[4]: 34) 

Kita mulai dengan apa yang dimaksud oleh ayat ini sebelum menjawab gugatan tsb. Ayat yang mulia ini berbicara tentang kondisi istri yang 'nusyuz' atau membangkang pada suaminya. Lantas, apa yang dimaksud dengan nusyuz, dan solusi apa yang diajarkan oleh ayat yang mulia ini?

Ibnu Jarir Ath-Thabari, guru para ahli tafsir, mengatakan “makna firman Allah “nusyuzahun”, adalah sikap mereka yang membangkang terhadap suami, keengganan mereka memenuhi fitrahnya sebagai isteri, serta bantahan mereka dalam perkara perkara yang semestinya mereka patuhi (seumpama melaksanakan tuntunan Al-Qur'an dan Hadits Nabi) karena alasan-alasan yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. ‘Makna ini dinukil dari Abdullah bin Abbas Zaid, As-Sa’di,Atha’, dan imam imam terkemuka lain.

Adapun cara menyikapinya harus sesuai dengan urutan yang ada pada ayat di atas: di mulai dari nasihat, lalu pisah ranjang. Jika ternyata belum patuh juga, maka sebagai alternatif terakhir, suami dijinkan untuk memberikan pukulan ringan.

Firman Allah “ Maka nasehatilah mereka (para istri) …" maksudnya ingatkan mereka terhadap ancaman Allah (dengan hukuman yang lebih berat di akhirat) bagi yang melanggar larangan-Nya. Dalam hal ini yaitu larangan mendurhakai suami dalam perkara-perkara yang semestinya di patuhi.

Banyak sekali pendapat yang muncul dalam menafsirkan kata “pisahkan mereka di tempat tidur” dalam ayat ini. Ada yang berpendapat tidak melakukan hubungan suami istri, tetapi masih di atas satu kasur (beradu punggung ketika tidur). Ada yang berpendapat tidak bercakap-cakap dengan istri selama istri tidak memenuhi kewajibannya, ada juga yang berpendapat pisah ranjang dalam arti yang sebenarnya, yaitu tidak tidur dalam satu kamar. Namun semua ulama’ sepakat bahwa pemisahan di sini hanya boleh terjadi di dalam lingkungan rumah. Seorang suami tidak dibenarkan meninggalkan rumahnya (dan tinggal di rumah lain) untuk alasan ini!

Rasulullah bersabda: ‘Suami tidak boleh memisahkan diri selain di dalan rumah’

Firman Allah, “dan pukullah mereka …” adalah jalan keluar terakir. Semua ahli tafsir sepakat bahwa pukulan yang boleh dilakukan adalah pukulan ringan. Mereka bahkan mencontohkan pemukulan menggunakan siwak (batang kayu atau akar untuk membersihkan gigiu) atau semisalnya. Inilah makna ayat di atas. 

Oleh karena itu, perlu kita perhatikan beberapa perkara seperti berikut:

Istri enggan memetuhi suaminya. Keengganan itu bisa berobah menjadi keangkuhan, pembangkangan mutlak, atau kesombungan diri. Tentunya selama suami tidak menyuruhnya untuk berbuat maksiat (dan perbuatan melanggar hukum syari'at) atau membebaninya di luar batas kemampuannya. Jika Allah tidak membebani hamba-Nya diluar kemampuan mereka, bagaimana mungkin diperbolehkan seorang hamba-Nya meminta sesuatu yang tidak mungkin disanggupi dari sesamanya?

Permasalahan sebenarnya bukan seperti yang dibayangkan oleh sebagian orang; terutama non-Islam. Gambaran yang dimaksud bukan seperti wanita kurus kering, lemah tak berdaya yang diperlakukan dengan kasar oleh suaminya. Gambaran seperti ini tidak boleh dilakukan dalam hukum mana pun di muka bumi ini tapi hanya ada dalam khayalan para penggugat ajaran Islam saja. Syariat Allah sangat tidak mungkin melegalkan hal tersebut.

Dalam hal ini sesungguhnya pihak-pihak yang terlibat berada dalam proses terapi secara bertahap; dimulai dengan nasihat dan di akhiri dengan pukulan ringan yang di contohkan dengan siwak atau semisalnya tadi. Sedangkan hadits yang lain menjelaskan bahwa cara yang terbaik dan utama justru adalah tidak memukul istri. 

Ada beberapa hadits yang menunjukkan hal ini:

Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ummul Mukminin, Aisyah. Ia berkata:
“Rasulullah tidak pernah memukul perempuan dan pelayan dengan tangannya. Dan beliau tidak pernah memukul sesuatu selain berjihad di jalan Allah” [HR Muslim No. 6195]

Sesungguhnya Allah telah memilih perilaku yang paling baik, paling sempurna dan paling utama di jalan Allah.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Zam’ah menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “Bagaimana pula seorang dari kamu tega memukul istrinya seperti memukul unta kemudian memeluknya (baca: bermesraan dengannya)?

Ini adalah sikap heran dan peringatan dari Raulullah saw terhadap para suami yang melakukan hal itu. Bagaimana seseorang tega berbuat kasar kepada istrinya, kemudian ia seperti sahaya yang ingin selalu dekat dengannya? Bagaimanamana ia tega menjadikan istrinya seperti seorang budak tapi tetap menggaulinya?

Oleh karena itu Ibnul Jauzi mengatakan, “Hendaknya setiap orang mengetahui bahwa seorang yang mengetahui bahwa orang yang tidak dapat mengambil manfaat dari janji dan ancaman Allah, ia juga tidak akan jera dengan cambuk. Boleh jadi kelembutan lebih efektif daripada pukulan karena pukulan itu membuat hati berpaling."

Dalam sebuat hadits di sebutkan:
“Kenapa salah seorang dari kaumu memukul istrinya seperti hamba sahaya, padahal ia menggaulinya di penghujung malam” (Ahkam an-Nisa: 82)

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya telah banyak perempuan yang mendatangi keluarga Muhammad mengadukan perilaku suami-suami mereka. Mereka (para suami) itu bukan orang –orang yang terbaik di antara kamu. [HR Abu Daud No. 2148]

”Hanya orang-orang yang jahat dari kamu yang akan memukul (isteri).” [Jami’ al Ahadits No. 3577]

Kesimpulannya, pukulan ringan merupakan salah satu cara dalam mecari penyelesaian. Ia pantas untuk lingkungan tertentu, untuk orang orang tertentu pada waktu tertentu. Sesungguhnya Ini seperti obat yang pahit, sehingga orang yang baik dan merdeka hendaknya tidak menggunakan cara ini, Di antara kesempurnaan syariat islam yang datang di setiap tempat dan waktu adalah dengan aturan yang sempurna, sehingga tidak boleh digunakan dengan semena-mena oleh para suami untuk menghukum istrinya.




TAULADAN DARI KISAH NABI AYUB AS

Jauh sebelum ini, sesungguhnya Allah SWT telah memberikan contoh sangat jelas kepada setiap suami muslim tentang perkara "mermukul isteri" melalui riwayat Nabi Allah Ayub as.

Dikisahkan Nabi Ayub as yang menderita sakit menahun, suatu hari merasa sangat kesal pada isterinya yang karena satu dan lain alasan danggapnya tidak merawat suami sebagaimana lazimnya. Beliau bernazar, bila Allah SWT berkenan menyembuhkan penyakitnya, maka ia akan menghukum isterinya dengan 100 PUKULAN.

Syahdan, akhirnya penyakit beliau pun sembuh. Sebagai seorang hamba Allah yang wajib memenuhi setiap nazarnya, Nabi Ayub as pun bermaksud untuk melaksanakan niat yang diam-diam sudah lama dipendamnya itu. Namun sebelum hal itu terlaksana, Allah berfirman padanya:

وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثاً فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِراً نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
[8:44] Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta'at (kepada Tuhan-nya) 

Tafsir DEPAG untuk ayat ini adalah sbb:
Kemudian Allah SWT mengisahkan keringanan yang diberikan kepada Ayub. Allah SWT memerintahkan agar mengambil seberkas rumput untuk dipukulkan kepada istrinya. Pukulan rumput ini cukup sebagai pengganti dari sumpah yang pernah ia ucapkan. Di dalam ayat-ayat Alquran tidak disebutkan apa sebab ia bersumpah dan apa sumpahnya. Hanya hadis sajalah yang menyebutkan bahwa ia bersumpah karena istrinya, yang bernama Rahmah putri Ifraim, pergi untuk sesuatu keperluan yang terlambat datangnya. Ayub bersumpah akan memukulnya 100 kali apabila ia sembuh. Maka dengan pukulan seikat rumput itu telah dianggap memadai ganti sumpahnya, sebagai kemurahan bagi Ayub sendiri dan bagi istrinya yang telah melayani dengan baik pada saat Ayub sakit. Dengan adanya kemurahan Allah itu Ayub pun terhindar dari melanggar sumpah.

Di akhir ayat Allah SWT memuji bahwa Ayub hamba-Nya yang sabar, baik dan taat. Sabar menghadapi cobaan yang diberikan kepadanya, baik cobaan yang menimpa dirinya, hartanya serta keluarganya. Dia dimasukkan dalam golongan hamba-Nya yang baik perangainya karena tidak mudah berputus asa, menumpahkan harapannya kepada Allah. Juga sebagai hamba-Nya yang taat, karena kegigihannya memperjuangkan perintah-perintah agama dan memelihara dirinya dan keluarganya serta kaumnya dari kehancuran.

Mengenai ketaatan Ayub dapat diikuti sebuah riwayat bahwa apabila ia menemui cobaan mengatakan:

اللهم أنت أخذت وأنت أعطيت
"Ya Allah Engkaulah yang mengambil dan Engkau pula yang memberi."

Dan pada waktu bermunajat ia pun berkata:

إلهي قد علمت أنه لم يخالف لساني قلبي ولم يتبع قلبي بصري ولم يلهني ما ملكت يميني ولم آكل إلا ومعي يتيم ولم أبت شبعان ولا كاسيا ومعي جائع أو عريان
Ya Tuhanku: "Engkau telah mengetahui betul bahwa lisanku tidak akan berbeda dengan hatiku, hatiku tidak mengikuti penglihatan, hamba sahaya yang kumiliki tidak akan mempermainkan aku, saya tidak makan terkecuali bersama-sama anak yatim dan saya tidak berada dalam keadaan kenyang dan berpakaian sedang di sampingku ada orang yang lapar atau telanjang.

Dengan demikian, maka segala tuduhan sumir tentang hukum Islam yang secara dangkal mereka artikan sebagai bentuk "pelanggaran HAM" karena memperbolehkan para suami memukul isterinya sesungguhnya adalah tuduhan yang benar-benar SALAH KAPRAH!

Semoga bermanfaat!


[Sumber: Prof Dr. Shalah Shawi dan Tafsir Al-Qur'an DEPAG RI]

Posting Komentar

0 Komentar